Minggu, 16 April 2017
ANALISIS PERDA KOTA MATARAM NO 5 TAHUN 2012
ANALISIS PERDA KOTA MATARAM NOMOR 5 TAHUN 2012
A. SIFAT KEBIJAKAN
Sifat kebijakan yang terkandung dalam Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 Tahun 2012 Tentang “Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Mataram” adalah sifat kebijakan regulative. Sifat kebijakan regulative ialah pengaturan perilaku anggota masyarakat dan penyelenggaraan pemerintah. Kebijakan ini di katakana kebijakan yang bersifat regulative karena dalam kebijakan ini mengatur perilaku anggota masyarakat yang termasuk dalam kategori anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang ada di kota Mataram.
B. MODEL KEBIJAKAN
Model kebijakan yang terkandung dalam Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 Tahun 2012 Tentang “Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Mataram” adalah model kebijakan rasional. Kebijakan ini di katakan sebagai model kebijakan rasional karena kebijakan ini di buat oleh pemerintah dan berguna bagi masyarakat. Selain itu, pembuatan kebijakan ini, didasarkan dengan pemikiran yang rasional. Hal ini dibuktikan dengan adanya penanggulangan anak jalanan, pengemis dan gelandangan dilakukan dengan terpadu melalui usaha preventif, Represif dan rehabilitative, baik berupa penyuluhan, penertiban, bimbingan dan lain sebagainya. Sehingga walaupun anak jalanan, pengemis dan gelandangan di larang keberadaannya di kota Mataram, tetapi pemerintah juga memberikan solusi berupa upaya-upaya yang akan digunakan untuk mendidik anak jalanan, gelandangan dan pengemis agar dapat hidup dengan layak.
C. JENIS KEBIJAKAN
Jenis kebijakan yang terkandung dalam Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 Tahun 2012 Tentang “Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Mataram” adalah jenis kebijakan komprehensif. Dikatakan sebagai jenis kebijakan komprehensif karena dengan adanya kebijakan ini dapat memberikan perubahan yang mendasar kepada tatanan hidup masyarakat kota mataram, yaitu dengan berkurangnya atau bahkan hilangnya anak jalanan, gelandangan, dan pengemis dengan pemberian pendidikan sehingga mereka dapat hidup dengan layak, seperti masyarakat pada umumnya. Jadi pada kebijakan ini tidak hanya menghilangkan anak jalanan, gelandangan dan pengemis akan tetapi juga memberikan pendidikan untuk memperbaiki tatanan hidup mereka.
D. TAHAPAN PEMBUATAN KEBIJAKAN
1. Penyusunan Masalah
Adapun dalam penyusunan masalah terdiri dari Perumusan Masalah, Input dan Masalah Kebijakan Terkait dengan Perda.
a. Perumusan Masalah
yang menjadi latar belakang pembentukan kebijakan mengenai Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 Tahun 2012 Tentang “Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Mataram” ialah:
1) Keberadaan anak jalanan, gelandangan dan pengemis di wilayah Kota Mataram sudah tidak sesuai dengan norma kehidupan. Dengan keberadaan anak jalanan, gelandangan dan pengemis telah melanggar norma kehidupan berbangsa dan bernegara yang telah di atur dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republic Indonesia Tahun 1945. Sehingga di perlukan adanya penanggulangan sehingga dapat tercapainya taraf hidup, kehidupan dan penghidupan yang layak sebagai masyarakat.
2) Keberadaan gubuk-gubuk illegal yang membuat kota mataram terlihat kumuh. Dengan adanya gubuk-gubuk illegal yang dijadikan sebagai tempat tinggal oleh anak jalanan, gelandangan dan pengemis, memberikan peluang bagi mereka untuk tetap melakukan aksinya.
3) Eksploitasi anak-anak di bawah umur sebagai pengemis. Adanya pihak-pihak tertentu yang memanfaatkan anak-anak di bawah umur untuk di jadikkan sebagai pengemis untuk mengambil keuntungan untuk pihak pribadi. Sehingga di perlukan adanya penertiban dari anak jalanan, gelandangan dan pengemis sehingga tidak akan terjadi eksploitasi dari anak-anak dibawah umur.
4) Rendahnya kesejahteraan social masyarakat kota Mataram. Dengan adanya anak jalanan, pengemis dan gelandangan membuktikan bahwa kesejahteraan sosial masyarakat kota mataram masih rendah.
b. Input
1) Tuntutan
Pada Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 Tahun 2012 Tentang “Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Mataram” mengandung tuntutan untuk melarang adanya aktifitas anak jalanan, gelandangan dan pengemisan di wilayah kota mataram. Selain itu, pelarangan pembangunan gubuk-gubuk liar dibawah jembatan, dipinggir sungai, dipinggir jalan, taman-taman dan ruang terbuka hijau serta dipinggir lapangan atau tanah kosong milik Pemerintah untuk tempat anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis.
2) Keinginan
Pada Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 Tahun 2012 Tentang “Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Mataram” menginginkan:
a) Hilangnya komunitas anak jalanan, gelandangan dan pengemis;
b) Tidak adanya penyalagunaan komunitas anak jalanan, gelandangan dan pengemis dari eksploitasi pihak-pihak tertentu;
c) mendidik komunitas anak jalanan, gelandangan dan pengemis agar dapat hidup secara layak dan normal sebagaimana kehidupan masyarakat umumnya;
d) memberdayakan para Anak Jalanan, gelandangan dan pengemis untuk dapat hidup mandiri secara ekonomi dan sosial; dan
e) meningkatkan peran serta dan kesadaran Pemerintah Kota, dunia usaha dan elemen masyarakat lainnya untuk berpartisipasi dalam penanganan anak jalanan, gelandangan dan pengemis.
3) Tantangan
Tantangan yang dihadapi pada penerapan Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 Tahun 2012 Tentang “Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Mataram” adalah adanya oknum-oknum nakal yang tetap melakukan eksploitasi kepada anak jalanan, gelandangan dan pengemis. Selain itu, banyak anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang lolos dari pengawasan aparat Negara sehingga tetap beraksi di jalanan.
4) Peluang
Peluang yang hadir dari penerapan Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 Tahun 2012 Tentang “Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Mataram” adalah adanya penyaluran dan penyantunan yang di berikan oleh wali kota mataran kepada anak jalanan, gelandangan dan pengemis. Selain itu, dengan adanya peraturan daerah ini, dapat menimbulkan timbulnya aturan baru berupa aturan walikota mengenai pelaksanaan usaha preventif, jumlah dan jenis bantuan social bagi anak jalanan, gelandangan dan pengemis, tata cara penyantunan, penyaluran anak jalanan, pengemis dan gelandangan.
c. Masalah Kebijakan Terkait Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Mataram.
1) Pengangguran
Dalam Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Mataram. Lahir untuk mengendalikan tingkat pengangguran yang ada di masyarakat. Karena anak jalanan, gelandangan dan pengemis adalah pengangguran yang menggunakan cara-cara diatas untuk bertahan hidup, maka dengan adanya penanggulangan bagi anak jalanan, gelandangan dan pengemis dapat menanggulangi jumlah pengangguran di kota mataram.
2) Ketertiban, keamanan dan ketentraman
Dalam Peraturan Daerah Kota Mataram Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan Dan Pengemis Di Kota Mataram, menyangkut masalah ketertiban, keamanan, dan ketentraman. Hal ini dikarnakan dengan adanya anak jalanan, pengemis dan gelandangan, dapat mengganggu ketertiban, keamanan dan ketentraman di kota mataram.
2. Penyusunan Agenda
Penyusunan agenda merupakan langkah kedua dari proses perumusan kebijakkan. Dalam rangkaian proses pembuatan kebijakan diperlukan adanya unsure-unsur yang perlu diperhatikan. Unsure-unsur yang perlu di perhatikan ialah:
a. Tujuan Agenda
Merumuskan peraturan daerah mengenai Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis di Kota Mataram.
b. Alasan Agenda
Mengingat adanya Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis sudah tidak sesuai dengan norma kehidupan. Dan dengan adanya anak jalanan, gelandangan dan pengemis sudah menghianati konsep kesejahteraan sosial.
c. Pihak pemerintah
1) Pemerintah Kota Mataram
2) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Mataram
3) Dinas Social, Tenaga Kerja, Dan Transmigrasi Kota Mataram
d. Pihak non-pemerintah
1) Polri
2) Pengadilan Negeri
3) Kejaksaan Negeri
4) Masyarakat sekitar
5) Lembaga social
6) Panti asuhan
7) Penyelenggara kesehatan
e. Tempat Pembahasan
Pembahasan mengenai penanggulangan anak jalanan, gelandangan dan pengemis bertempat di kantor DPRD Kota Mataram.
3. Perumusan Draf Kebijakan
Adapun draf Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 tahun 2012 tentang “Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis” terdiri atas:
a. Bagian awal
1) KOP Perda
2) Judul Perda
3) Menimbang 3 poin
4) Mengingat 11 poin
5) Menetapkan....
b. Bagian isi
1) Bab I. Ketentuan Umum (pasal 1)
2) Bab II. Azas dan Tujuan (pasal 2 dan 3)
3) Bab III. Larangan Kegiatan Penggelandangan dan Pengemisan (pasal 4)
4) Bab IV. Tempat Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis (pasal 5)
5) Bab V. Penanganan (pasal 6 – pasal 17)
6) Bab VI. Pembinaan dan Pengawasan (pasal 18 dan 19)
7) Bab VII. Partisipasi Masyarakat (pasal 20)
8) Bab VIII. Sumber Dana (pasal 21)
9) Bab IX. Penyidikan (pasal 22)
10) Bab X. ketentuan Sanksi (pasal 23)
11) Bab XI. Ketentuan penutup (pasal 24)
c. Bagian Akhir
1) Bagian Pengesahan oleh Walikota Mataram
2) Bagian di undangkan Oleh Sekda
3) Bagian Penjelasan
Untuk keterangan lebih lanjut mengenai Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 tahun 2012 tentang “Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis” terdapat pada lampiran.
4. Pengesahan Kebijakan
Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 tahun 2012 tentang “Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis” di tetapkan oleh oleh H. Ahyar Abduh selaku Walikota Mataram pada tanggal 1 Mei 2012 di Kota Mataram dan di undangkan oleh H. Lalu Makmur Said selaku Sekertaris Daerah Kota Mataram di Kota Mataram pada tanggal 1 Mei 2012. Ditempatkan pada Lembaran Daerah Kota Mataram Tahun 2012 Nomor 3 Seri E.
5. Pelaksanaan Kebijakan Yang Telah Di Tetapkan
Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 tahun 2012 tentang “Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis” telah berlaku sejak tanggal 1 Mei 2012, akan tetapi belum dapat berjalan secara maksimal. Karena pada kenyataannya masih banyak terdapat anak jalanan, gelandangan dan pengemis yang berkeliaran di wilayah kota mataram. Bahkan aksinya tidak hanya dilaksanakan di jalanan akan tetapi juga masuk ke dalam intansi atau lembaga yang ada di kota mataram.
E. SKEMA KEBIJAKAN
Berdasarkan skema tersebut, dapat diketahui bahwa dalam pembuatan Peraturan Daerah Kota Mataram No. 5 tahun 2012 tentang “Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan, dan Pengemis” di awali dengan usulan Walikota Mataram yang kemudian di bicarakan ke DRPD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) Kota Mataram dan Stake Holder. Selanjutnya pembahasan Peraturan daerah ini akan dibicarakan di forum bersama Walikota Mataran, DPRD Kota Mataram dan Stake Holder Utama. Hasil keputusan yang ditetapkan di forum akan diundangkan di Lembaran Daerah Kota Mataram.
Walikota Mataram, dalam kebijakan ini merupakan pengusul dibentuknya kebijakan mengenai penanggulangan anak jalanan, gelandangan dan pengemis ini. Walikota Mataram mengusulkan rumusan kebijakan ini kepada DPRD Kota Mataram untuk selanjutnya di bahas bersama di forum.
DPRD Kota Mataram memegang peranan penting dalam pembuatan kebijakan daerah, karena pembuatan kebijakan merupakan salah satu tugas lembaga ini. Sehingga dalam pembuatan kebijakan, peran DPRD sangat di perlukan.
Stake holder adalah pihak-pihak yang terkait mengenai pembentukan kebijakan ini. Stake holder ini terdiri dari Pemerintah Kota Mataram, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Mataram, Dinas Social, Tenaga Kerja, Dan Transmigrasi Kota Mataram, Polri, Pengadilan Negeri, Kejaksaan Negeri, Masyarakat sekitar, Lembaga social, Panti asuhan, Penyelenggara kesehatan.
Forum adalah tempat dilakukan pembahasan mengenai kebijakan yang akan di buat. Pembahasan yang dilakukan bersama dengan Walikota Mataram, DPRD Kota Mataram, dan Stake Holdere.
Lembaran Daerah Kota Mataram adalah tempat pengundangan Peraturan Daerah Kota Mataram. Setelah rancangan aturan yang dimaksud di sahkan maka akan diundangkan di Lembaran Daerah Kota Mataram.
Jumat, 14 April 2017
hari raya nyepi
Hari Raya
Nyepi adalah hari raya umat Hindu yang dirayakan setiap tahun Baru Saka yang
jatuh pada tanggal pertama atau kesatu bulan ke sepuluh dalam Kalender Hindu.
Perayaan hari raya nyepi bertujuan untuk penyucian bhuwana agung
(makrokosmos/alam semesta) dan bhuwana alit (mikrokosmos/manusia) guna
terciptanya kesejahteraan dan kebahagiaan lahir batin, terbinanya kehidupan
yang berlandaskan kebenaran, kesucian, dan keharmonisan/ keindahan. Rangkaian
hari raya nyepi terdiri dari 4 (empat) tahapan yaitu: pertama, Melasti disebut
juga melis atau mekiyis bertujuan untuk melebur segala macam kekotoran pikiran,
perkataan dan perbuatan, serta memperoleh air suci untuk kehidupan yang
pelaksanaannya dapat dilakukan di laut, danau, dan pada sumber/ mata air yang
disucikan. Kedua, Upacara tawur bertujuan untuk menyucikan dan mengembalikan
keseimbangan bhuwana agung dan bhuwana alit baik sekala maupun niskala. Upacara
ini dilakukan pada Tilem Caitra, sehari sebelum hari raya Nyepi. Dilanjutkan
pula dengan acara ngerupuk/mebuu-buu di setiap rumah, guna membersihkan
lingkungan dari pengaruh bhutakala. Upacara ini, di ikuti dengan Ogoh-Ogoh
yaitu boneka berbentuk raksasa sebagai simbol dari Bhutakala. Ogoh-ogoh ini
merupakan cerminan sifat-sifat negative yang ada di dalam setiap diri manusia.
Ogoh-ogoh, menurut tradisi Bali di arak keliling desa bertujuan agar kekuatan
negative yang ada di sekitar desa ikut bersama ogoh-ogoh tersebut. Di akhir
pengarakan, ogoh-ogoh ini di bakar sebagai simbol membakar semua hal negative
yang ada, sehingga dalam merayakan hari raya Nyepi, umat Hindu di harapkan
merayakannya dengan daya hidup yang baru dan menghilangkan segala sifat-sifat
keraksasaan. Ketiga, Hari raya Nyepi, Sesuai dengan hakekat hari raya Nyepi
maka umat Hindu wajib melaksanakan catur brata nyepi yang terdiri dari Amati
Geni, tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu; Amati karya,
yaitu tidak melakukan kegiatan kerja jasmani melainkan meningkatkan kegiatan
menyucikan rohani; Amati lelungaan, yaitu tidak bepergian melainkan melakukan
mawas diri; Amati lelanguan, yaitu tidak mengobarkan kesenangan melainkan
melakukan pemusatan pikiran terhadap Ida Sanghyang Widhi. Brata ini mulai
dilakukan pada saat matahari "Prabrata" fajar menyingsing sampai
fajar menyingsing kembali keesokan harinya (24 jam). Keempat, Ngembak Geni yang
jatuh sehari setelah Hari Raya Nyepi sebagai hari berakhirnya brata Nyepi.Hari
ini dapat dipergunakan melaksanakan dharma santi baik di lingkungan keluarga
maupun masyarakat. Acara ini berupa kunjung mengunjungi dalam keluarga ataupun
masyarakat untuk mengucapkan selamat tahun baru agar tebinanya kerukunan dan perdamaian.
Demikian ulasan singkat mengenai Hari Raya Nyepi, yang pada hakikatnya
bertujuan untuk kita sebagai manusia mengendalikan nafsu indria dan
mengendalikan pikiran agar dapat memperbaiki diri dan memulai hidup dengan hati
dan fikiran yang bersih. Perayaan hari raya nyepi, seharusnya dilaksnakan
dengan tulus ihklas tanpa ada paksaan atau karena ikatan tertentu.
Langganan:
Postingan (Atom)