LEMBAGA EKSEKUTIF ( SISTEM POLITIK INDONESIA )
Lembaga
Eksekutif
Eksekutif berasal dari kata eksekusi (execution) yang
berarti pelaksana. Lembaga eksekutif adalah lembaga yang ditetapkan untuk
menjadi pelaksana dari peraturan perundang-undangan yang telah dibuat oleh
pihak legislatif. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif.
Eksekutif merupakan pemerintahan dalam arti sempit yang melaksanakan
pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan berdasarkan peraturan
perundang-undangan dan haluan negara, untuk mencapai tujuan negara yang telah
ditetapkan sebelumnya. Organisasinya adalah kabinet atau dewan menteri dimana
masing-masing menteri memimpin departemen dalam melaksanakan tugas, wewenang,
dan tanggung jawabnya.
Menurut tafsiran tradisional azas Trias Politica yang
dicetuskan oleh Montesquieu, tugas badan eksekutif hanya melaksanakan
kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta
menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif. Akan tetapi,
dalam pelaksanaannya badan eksekutif leluasa sekali ruang-geraknya. Zaman
modern telah menimbulkan paradoks, bahwa lebih banyak undamg-undang yang
diterima oleh badan legislatif dan yang harus dilaksanakan oleh badan
eksekutif, lebih luas pula ruang lingkup kekuasaan badan eskekutifnya.
Secara umum arti lembaga eksekutif adalah pelaksanaan
pemerintah yang dikepalai oleh presiden yang dibantu pejabat, pegawai negeri,
baik sipil maupun militer. Sedangkan wewenang menurut Meriam Budiardjo
mencangkup beberapa bidang: Diplomatik: menyelenggarakan hubungan diplomatik
dengan negara-negara lainnya. Administratif: melaksanakan peraturan serta
perundang-undangan dalam administrasi negara. Militer: mengatur angkatan
bersenjata, menjaga keamanan negara dan melakukan perang bila di dalam keadaan
yang mendukung. Legislatif: membuat undang-undang bersama dewan
perwakilan. Yudikatif:memberikan grasi dan amnesti.
Fungsi-fungsi kekuasaan eksekutif ini garis besarnya
adalah : Chief of state, Head of government, Party chief, Commander in chief,
Dispenser of appointments, dan Chief legislators.
a.
.Eksekutif
di era modern negara biasanya diduduki oleh Presiden atau Perdana Menteri.
Chief of State artinya kepala negara, jadi seorang Presiden atau Perdana
Menteri merupakan kepada suatu negara, simbol suatu negara. Apapun tindakan
seorang Presiden atau Perdana Menteri, berarti tindakan dari negara yang
bersangkutan. Fungsi sebagai kepala negara ini misalnya dibuktikan dengan
memimpin upacara, peresmian suatu kegiatan, penerimaan duta besar, penyelesaian
konflik, dan sejenisnya.
b.
Head
of Government, artinya adalah kepala pemerintahan. Presiden atau Perdana
Menteri yang melakukan kegiatan eksekutif sehari-hari. Misalnya mengangkat
menteri-menteri, menjalin perjanjian dengan negara lain, terlibat dalam
keanggotaan suatu lembaga internasional, menandatangi surat hutang dan
pembayarannya dari lembaga donor, dan sejenisnya. Di dalam tiap negara,
terkadang terjadi pemisahaan fungsi antara kepala negara dengan kepala
pemerintahan.
c.
Party
Chief berarti seorang kepala eksekutif sekaligus juga merupakan kepala dari
suatu partai yang menang pemilu. Fungsi sebagai ketua partai ini lebih
mengemuka di suatu negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer. Di
dalam sistem parlementer, kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri
yang berasal dari partai yang menang pemilu.
d.
Commander
in Chief adalah fungsi mengepalai angkatan bersenjata. Presiden atau perdana
menteri adalah pimpinan tertinggi angkatan bersenjata. Seorang presiden atau
perdana menteri, meskipun tidak memiliki latar belakang militer memiliki peran
ini. Namun, terkadang terdapat pergesekan dengan pihak militer jika yang
menjadi presiden ataupun perdana menteri adalah orang bukan kalangan
militer.
e.
Dispenser
of Appointment merupakan fungsi eksekutif untuk menandatangani perjanjian
dengan negara lain atau lembaga internasional. Dalam fungsi ini,
penandatangan dilakukan oleh presiden, menteri luar negeri, ataupun
anggota-anggota kabinet yang lain, yang diangkat oleh presiden atau perdana
menteri.
f.
Chief
Legislation, adalah fungsi eksekutif untuk mempromosikan diterbitkannya suatu
undang-undang. Meskipun kekuasaan membuat undang-undang berada di tangan
DPR, tetapi di dalam sistem tata negara dimungkinkan lembaga eksekutif
mempromosikan diterbitkannya suatu undang-undang oleh sebab tantangan riil
dalam implementasi suatu undang-undang banyak ditemui oleh pihak yang
sehari-hari melaksanakan undang-undang tersebut.
KEKUASAAN
EKSEKUTIF DALAM AJARAN TRIAS POLITIKA
Biasanya, dalam sistem politik, struktur dibedakan
atas kekuasaan eksekutif,legislatif,dan yudikatif. Ini menurut ajaran trias
politika, meskipun tidak banyak negara yang menerapkan ajaran ini secara murni.
Dalam perkembangannya, negara-negara demokrasi modern cenderung menggunakan
asas pembagian kekuasaan dibandingkan dengan menggunakan asas pemisahan
kekuasaan murni sebagaimana diajarkan oleh John Locke, kekuasaan negara dibagi
menjadi tiga yakni kekuasaan legislatif,kekuasaan eksekutif,dan kekuasaan
federatif. Masing-masing kekuasaan ini terpisah satu dengan yang lain.
Kekuasaan eksekutif merupakan kekuasaan melaksanakan
undang-undang dan di dalamnya termasuk kekuasan mengadili.
Miriam Budiardjo mengatakan,”Tugas badan eksekutif menurut tafsiran tradisional
trias politika hanya melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan
oleh badan legislatif serta menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh
badan legislatif”.
Eksekutif berasal dari bahasa Latin, execure yang
berarti melukakan atau melaksanakan. Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh
badan eksekutif. Di negara demokratis, badan eksekutif biasanya terdiri atas
kepala negara seperti raja atau presiden. Badan eksekutif dalam arti luas juga
mencakup para pegawai negeri sipil dan militer. Dalam sistem presidensial mentri-mentri merupakan pembantu
presiden dan dipilih olehnya, sedangkan dalam sistem parlamenter para mentri
dipimpin oleh seorang perdana mentri.
Tipe
Lembaga eksekutif terbagi menjadi dua, yakni:
1.
Hareditary
Monarch yakni pemerintahan yang kepala negaranya dipilih berdasarkan keturunan.
Contohnya adalah Inggris dengan dipilihnya kepala negara dari keluarga
kerajaan.
2.
Elected
Monarch adalah kepala negara biasanya president yang dipilih oleh badan
legislatif ataupun lembaga pemilihan.
Sistem
Lembaga Eksekutif terbagi menjadi dua:
1.
Sistem
Pemerintahan Parlementer Kepala negara dan kepala pemerintahan terpisah. Kepala
pemerintahan dipimpin oleh perdana menteri, sedangkan kepala negara
dipimpin oleh presiden. Tetapi kepala negara disini hanya berfungsi sebagai
simbol suatu negara yang berdaulat.
2.
Sistem
Pemerintahan Presidensial Kepala pemerintahan dan kepala negara, keduanya
dipengang oleh presiden.
Kekuasaan
eksekutif dipengaruhi oleh:
1.
Sistem
pemerintahan
·
Presidensiil.
Hubungan di dalam sebuah trias politika tidak dapat saling menjatuhkan. Cth:
Indonesia 2004- sekarang.
·
Parlementer.
Ada bagian di dalam sebuah trias politika yang dapat menjatuhkan bagian lain,
yaitu legislatif terhadap eksekutif riil. Cth: Indonesia pada era parlementer.
·
Presidensiil
semu: eksekutif tidak dapat di jatuhkan oleh pengemban kekuasaan legislatif.
Namun ironisnya, ada lembaga tertinggi negara yang notabene adalah bagian
dari legislatif dan dapat menjatuhkan eksekutif. Cth: Indonesia pada masa Orde
Baru.
·
Parlementer
semu: eksekutif riil merupakan bagian dari legislatif karena ia dipilih oleh
legislatif (parlemen) dan konsekuensinya ia dapat dijatuhkan parlemen. Namun,
parlemen ternyata dapat juga dibubarkan oleh eksekutif, tepatnya eksekutif
nominal. Cth: Perancis, dimana PM dapat dipecat parlemen, dan parlemen dapat
dibubarkan presiden sekaligus mempercepat pemilu legislatif.
2.
Jenis
eksekutif
·
Eksekutif
riil adalah bagian dari eksekutif yang menjalankan roda pemerintahan. Cth:
kepala pemerintahan.
·
Eksekutif
nominal adalah bagian dari eksekutif yang menjalankan kekuasaan simbolik dan
seremonial. Cth: kepala negara.
3.
Fungsi
dasar eksekutif
·
Kepala
negara. Tugas utama: menjadi simbol negara dan memimpin kegiatan seremonial
kenegaraan.
·
Kepala
pemerintahan. Tugas utama: memimpin kabinet (menjalankan pemerintahan).
4.
Konsekuensi
dari implementasi prinsip kekuasaan yang mempengaruhi pola hubungan dalam trias
politika.
·
Pemisahan
kekuasaan.
·
Pembagian
kekuasaan.
5.
Asas
pemerintahan yang diaplikasikan eksekutif
·
Sentralisasi,
desentralisasi, dekonsentrasi, medebewind.
PERKEMBANGAN
KEKUASAAN EKSEKUTIF D INDONESIA MASA ORDE LAMA
Orde lama adalah sebutan bagi orde pemerintahan
sebelum orde baru yang dianggap tidak melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen yang ditandai dengan diterapkannya Demokrasi
Terpimpin di bawah kepemimpinan Soekarno. Presiden Soekarno sebagai tokoh
sentral orde lama adalah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan, bahkan ia
bertindak sebagai pemimpin besar revolusi. Kekuasaan Eksekutif Masa Demokrasi
Kontitusional (1945-1959) Sistem parlementer yang mulai berlaku sebulan sesudah
kemerdekaan diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam Undang-Undang Dasar
1949 ,dan1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia meskipun dapat berjalan
secara memuaskan dalam beberapa negara Asia lain. Persatuan yang dapat digalang
untuk salalu menghadapi musuh bersama menjadi kendor dan tidak dapat dibina
menjadi kekuatan-kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan tercapai. Karena
lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer memberi peluang untuk
dominasi partai-partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Undang-Undang Dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem
parlementer di mana badan eksekutif yang terdiri atas presiden sebagai kepala
negara konstitusional dan mentri-mentrinya mempunyai tanggung jawab politik.
Karena fragmentasi partai-partai politik setiap kabinet berdasarkan koalisi
yang berkisar pada pada satu atau dua partai besar dengan beberapa partai
kecil.
Koalisi ternyata kurang mantap dan partai-partai dalam
koalisi sewaktu-waktu tidak segan menarik dukungannya. Di lain phak partai
oposisi, tidak mampu berperan sebagai oposisi yang kontruktif, tetapi hanya
menonjolkan segi-segi negatif dari tugas oposisi.
Umumnya kabinet dalam masa pra pemilu yang diadakan
pada tahun 1955 tidak dapat bertahan lebih lama dari rata-rata delapan
bulan, dan hal ini menghambat perkembangan ekonomi dan politik oleh karena
pemerintah tidak mendapat kesempatan untuk menjalankan programnya. Pun
pemilu tahun 1955 tidak membawa stabilitas yang diharapakan, bahkan tidak dapat
menghindarkan perpecahan yang paling gawat antara pemerintah pusat dan
beberapa daerah.
Faktor-faktor semacam ini, ditambah dengan tidak
adanya anggota-anggota partai- partai yang tidak tergabung dalam konstituante
untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara untuk Undang-undang Dasar baru,
mendorong Ir. Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang
menentukan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menjadi awal
dari masa demokrasi terpimpin yang menggantikan masa demokrasi kontitusional.
Kekuasaan
Eksekutif Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Dengan dalih deadlock dan oleh sebab itu kembali ke
UUD 1945 yang yang dianggap satu-satunya jalan keluar, maka kepemimpinan
soekarno sebagai kepala negara tidak terbatas, apalagi MPRS tidak berfungsi,
kecuali dalam melegalisasi "kebijakan" yang diambil presiden,
bahkan telah mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup, sedangkan DPR
produk Pemilu I dibubarkan melalui Dekrit presiden 5 Juli 1959. Dekrit presiden
5 Juli 1959 dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari
kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat.
Mulai Juni 1959 UUD 1945, berlaku kembali dan menurut
ketentuan UUD 1945 itu badan eksekutif terdiri atas seorang
presiden,wakil presiden beserta mentri-mentri. Kekuasaan eksekutif diatur dalam
Undang-Undang Dasar 1945 Bab III pasal 4 samapai dengan 15.
Mentri-mentri membantu presiden dan diangkat serta
dihentikan olehnya. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR dan presiden
merupakan “Mandataris” MPR. Ia bertanggung jawab kepada MPR dan kedudukannya
untergeordnet kepada MPR.
Presiden memegang kekuasaan pemerintah selama lima
tahun yang hanya dibatasi oleh peraturan-peraturan dalam UUD 1945 dimana
sesuatu hal diperlukan adanya suatu undang-undang. Selama masa itu presiden
tidak boleh dijatuhkan oleh DPR, sebaliknya presiden tidak mempunyai
wewenang untuk membubarkan DPR.
Presiden memerlukan persetujuan dari DPR untuk
membentuk Undang-Undang dan utuk menyatakan perang, membuat perdamaian, dan
perjanjian-perjanjian dengan negara lain. Dalam keadaan memaksa presiden
menetapakan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-undang, maka
peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujauan DPR.
Selain itu presiden berwenang menetapakan Peraturan
Pemerintah untuk menalankan Undang-Undang sebagaiman mestinya dan presiden
memegang kekuasaan yang tertinggi atas angkata darat, angaktan laut, dan udara.
Pada masa demokrasi terpimpin terjadi dominasi dari
presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh
komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Dalam masa
demokrasi terpimpin tidak ada wakil presiden. Sesuai dengan keinginannya untuk
memperkuat kedudukannya oleh MPRS ditetapkan sebagai presiden seumur
hidup. Begitu pula dengan pejabat teras dari Legislatif (yaitu pimpinan MPRS
dan DPR Gotong Royong) dan dari badan Yudikatif (yaitu ketua Mahkamah Agung)
diberi status mentri. Dengan demikian jumlah mentri lebih dari seratus.
Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong yang mengganti
Dewan Perwakilan Rakyat pilihan rakyat ditonjolkan peranannya sebagai pembantu
pemerintah, sedangkan fungsi kontrol ditiadakan. Bahkan pemimpin DPR dijadikan
mentri dan dengan demikian ditekankan fungsi pembantu presiden, di samping
fungsi sebagai wakil rakyat. Hal terakhir ini mencerminkan telah
ditinggalkannya doktrin Trias Politika.
Penyimpangan lain dalam demokrasi terpimpin adalah
campur tangan presiden dalamm bidang Yudikatif seperti presiden diberi wewenang
untuk melakukan intervensi di bidang yudikatif berdasarkan UUD No.19
tahun 1964 yang jelas bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan di
bidang Legislatif berdasarkan Peraturan Presiden No.14 tahun 1960 dalam hal anggota
DPR tidak mencapai mufakat mengenai suatu hal atau sesuatu rancangan
Undang-Undang.
Selain itu terjadi penyelewengan di bidang
perundang-undangan di mana pelbagai tindakan pemerintah dilaksanakan melalui
Penetapan Presiden (Panpres) yang memakai Dekrit 5 Juli 1959 sebagai sumber
hukum. Tambahan pula didirikan badan-badan ektra kontitusional seperti front
nasional yang ternyata dipakai oleh pihak komunis sebagai arena kegiatan,
sesuai denga taktik komunisme internasional yang menggariskan pembentukan front
nasional sebagai persiapan ke arah terbentuknya demokrasi rakyat.
Partai politik dan pers dianggap menyimpang dari rel
revolusi ditutup, tidak dibenarkan, dan ditutup, sedangkan politik mercusuar di
bidang hubungan luar negeri dan ekonomi dalam negeri telah menyebabkan keadaan
ekonomi menjadi bertambah suram. Pada masa orde lama terjadi persaingan antara
Angkatan Darat, Presiden, dan PKI. Persaingan ini mencapai klimaks dengan
meletusnya perisiwa Gerakan 30 September 1965 yang dilakukan oleh PKI. Ketika
itu bangsa Indonesia didominasi oleh partai komunis yang sangat kuat.
Awal
Orde Baru
Peristiwa Gerakan 30 September PKI mengakhiri masa
Demorasi Tepimpin yang dengan demikian masa orde lama pun berakhir. Malalui
ketetapan MPRS No.II tahun 1667, jabatan Presiden selaku pemegang
kekuasaan pemerintahan negara dicabut dari tangan Bung Karno. Dengan ketetapan
MPRS No.XXXXIV tahun 1968, Jendral Soeharto dipilih MPRS sebagai presiden.
Dengan demikian, masa orde lama berganti dengan masa orde baru dengan Soeharto
sebagai aktor utamanya.
SUMBER
REFERENSI
1.
Budiardjo,
Miriam.2009. Dasar-dasar Ilmu Politik.Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
2.
Kansil,
C.S.T.1981. Sitem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Aksara Baru
3.
Saleh,
Hassan.2009. Pendidikan Kewarganegaraan.Jakarta: Audi Grafika
4.
Tamin,
Azian dan Azran Jalal, et. al.2005. Profil
Politik Indonesia Pasca Orde Baru. Jakarta: Pusat Studi Politik Madani
Institute
5.
http://www.academia.edu/5002181/LEMBAGA_EKSEKUTIF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar