BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Masyarakat dapat mempunyai arti yang luas dan sempit.
Dalam arti luas masyarakat adalah keseluruhan hubungan-hubungan dalam hidup
bersama dan tidak dibatasi oleh lingkungan, bangsa dan sebagainya. Atau dengan
kata lain kebulatan dari semua perhubungan dalam hidup bermasyarakat. Dalam
arti sempit masyarakat adalah sekelompok manusia yang dibatasi oleh aspek-aspek
tertentu, misalnya territorial, bangsa, golongan dan sebagainya.
Pembangunan Nasional merupakan rangkaian kegiatan yang
meliputi seluruh kehidupan masyarakat bangsa, dan negara untuk melaksanakan
tugas sebagaimana yang di amanatkan dalam Undang-Undang dasar 1945, yaitu
“melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia memajukan
kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta melaksanakan ketertiban
dinia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
Negara”.
Pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana,
menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk memicu peningkatan
kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat
dengan bangsa lain yang maju. Berbagai macam prospek pembangunan telah
dilakukan dari Orde Lama, Orde Baru hingga masa Reforasi untuk terus mendorong
kesejahtraan dan kemajuan bangsa kea rah yang lebih baik, dalam hal ini
pembangunan nasional juga harus dimulai dari,oleh, dan untuk rakyat,
dilaksanakan diberbagai aspek kehidupan bangsa yang meliputi politik, ekonomi,
sosial budaya dan aspek pertahanan keamanan.
Pembangunan nasional pada dasarnya sangat membutuhkan
kesinergian antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama
dalam pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing,
serta menciptakan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan
pemerintah harus saling menunjang, saling mengisi, saling melengkapi dalam
memajukan masyarakat dan nasional pada umumnya.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian dari Pembangunan
Nasional ?
2.
Apa Hakikat Pembangunan
Nasional ?
3. Apa
saja Tujuan Pembangunan Nasional ?
4. Apa saja
Asas-Asas Pembangunan Nasional ?
5. Apa saja
Prinsip-Prinsip Pembangunan Nasional ?
6. Bagaimana
keadaan Masyarakat
dan Pembangunan Nasional ?
C.
TUJUAN
1.
Untuk mengetahui Makna, Hakikat dan Tujuan Pembangunan
Nasional
2.
Untuk
mengetahui Asas-Asas dan Prinsip-Prinsip Pembangunan Nasional
3.
Untuk mengetahui keadaan Masyarakat dan Pembangunan Nasional
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Makna, Hakikat dan Tujuan
Pembangunan Nasional
1. Pengertian
Pembangunan Nasional
Pembangunan merupakan suatu proses
perubahan yang terus menerus dilakukan untuk menuju perbaikan disegala bidang
kehidupan masyarakat dengan berdasarkan pada seperangkat nilai yang dianut,
yang menuntun masyarakat untuk mencapai tingkat kehidupan yang didambakan.
Pembangunan disini lebih diarahkan pada pembangunan potensi, inisiatif, daya
kreasi, dan kepribadian dari setiap warga masyarakat. Dengan pembangunan,
masyarakat diharapkan semakin mampu mengelola alam bagi peningkatan
kesejahteraanya. Pembangunan menuntut orientasi masa depan bagi kelestarian
manusia dan alam.
Pembangunan nasional adalah suatu
rangkaian upaya pembangunan yang dilakukan secara berkesinambungan
dalam semua bidang kehidupan masyarakat, bangsa dan negara
untuk mewujudkan tujuan nasional. Pembangunan nasional dilakukan dalam
rangka merealisasikan tujuan nasional seperti yang tertulis dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan segenap tumpah
darah indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pelaksanaan pembangunan mancakup
aspek kehidupan bangsa, yaitu aspek politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan secara berencana, menyeluruh, terarah, terpadu, bertahap
dan berkelanjutan untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka
mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih
maju. Oleh karena itu, sesungguhnya pembangunan nasional merupakan pencerminan
kehendak untuk terus menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
Indonesia secara benar, adil, dan merata, serta
mengembangkan kehidupan masyarakat dan penyelenggara negara yang maju dan
demokratis berdasarkan Pancasila.
2. Hakikat
Pembangunan Nasional
Hakikat pembangunan nasional adalah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya. Hal ini berarti dalam pelaksanaan pembangunan nasional adalah
sebagai berikut :
a. Ada
keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan kebulatan yang utuh dalam seluruh
kegiatan pembangunan. Pembangunan adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya
manusia untuk pembangunan. Dalam pembangunan dewasa ini dan jangka panjang,
unsur manusia, unsur sosial budaya, dan unsur lainnya harus mendapat perhatian
yang seimbang.
b. Pembangunan
adalah merata untuk seluruh masyarakat dan di seluruh wilayah tanah air.
c. Subyek
dan obyek Pembangunan adalah manusia dan masyarakat Indonesia, sehingga
pembangunan harus berkepribadian Indonesia dan menghasilkan manusia dan masyarakat
maju yang tetap berkepriadian Indonesia pula.
d. Pembangunan
dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan Pemerintah. Masyarakat adalah pelaku
utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing,
serta menciptakan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan
Pemerintah saling mendukung, saling mengisi, dan saling melengkapi dalam satu
kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan nasional.
3. Tujuan
Pembangunan Nasional
Pembangunan nasional dilaksanakan
untuk mewujudkan Tujuan Nasional seperti termaktub dalam Pembukaan UUD 1945
alinea IV, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial serta mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana
termaktub dalam alinea II Pembukaan UUD 1945.
Pernyataan di atas merupakan cerminan
bahwa pada dasarnya tujuan Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan
kehidupan masyarakat Indonesia yang sejahtera, lahiriah maupun batiniah. Untuk
mewujudkan hal tersebut, maka pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa
Indonesia merupakan pembangunan yang berkesinambungan, yang meliputi seluruh
aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Pembangunan nasional yang dilakukan
mengarah pada suatu tujuan. Tujuan ini terbagi atas tujuan jangka pendek dan
tujuan jangka panjang.
a. Tujuan
jangka pendek dari pembangunan nasional adalah meningkatkan taraf hidup,
kecerdasan, dan kesejahteraan masyarakat yang semakin adil dan merata serta
meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya.
b. Tujuan
jangka panjang yaitu untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan
makmur yang merata, material dan spiritual berdasarkan pancasila didalam wadah
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan
berkedaulatan rakyat dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tentram,
tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib
dan damai.
B.
Asas-Asas dan Prinsip-Prinsip Pembangunan Nasional
1. Asas-Asas Pembangunan Nasional
Asas
Pembangunan Nasional adalah prinsip pokok yang harus diterapkan dan dipegang
teguh dalam perencanan dan pelaksanaan Pembangunan Nasional.
Asas-asas tersebut adalah :
a. Asas Keimanan dan Ketakwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa
Bahwa
segala usaha dan kegiatan pembangunan nasioanl dijiwai, digerakkan dan
dikenadalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan YME sebagai nilai
luhur yang menjadi landasan spiritual, moral, dan etika dalam rangka
pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.
b. Asas Manfaat
Bahwa
segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional memberikan manfaat bagi
kemanusiaan, kesejahteraan rakyat dan pengembangan pribadi warga Negara serta
mengutamakan kelestarian nilai-nilai luhur budaya bangsa.
c. Asas Demokrasi Pancasila
Bahwa
untuk mencapai tujuan pembangunan nasional dilakukan dengan semangat
kekeluargaan yang bercirikan kebersamaan, gotong royong, persatuan dan kesatuan
melalui musyawarah untuk mencapai mufakat.
d. Asas Adil dan Merata
Bahwa
pembangunan nasional dilakukan atas usaha bersama harus merata di semua lapisan
masyarakat dan di seluruh wilayah tanah air dimana setiap warga Negara berhak
memperoleh kesempatan berperan dan menikmati hasilnya secara adil sesuai dengan
nilai-nilai kemanusiaan.
e. Asas Keseimbangan, Keserasian, dan
Keselarasan dalam Perikehidupan
Bahwa
dalam pembangunan nasional harus ada keseimbangan antara berbagai kepentingan,
yaitu keseimbangan keserasian dan keselarasan antara kepentingan dunia dan
akhirat, material dan spiritual jiwa raga, individu, masyarakat dan Negara,
pusat dan daerah serta antardaerah, kepentingan kehidupan darat, laut dan udara
serta kepentingan nasional dan internasional.
f. Asas Hukum
Bahwa
setiap warga Negara dan penyelenggara Negara harus taat pada hukum yang
berintikan keadilan dan kebenaran, serta Negara diwajibkan untuk menegakkan dan
menjamin kepastian hukum.
g. Asas Kemandirian
Bahwa
pembangunan nasional berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan
sendiri, serta bersendikan kepada kepribadian bangsa.
h. Asas Kejuangan
Bahwa
penyelenggara Negara dan masyarakat harus memiliki mental, tekad, jiwa dan
semangat pengabdian serta ketaatan dan disiplin yang tinggi dengan lebih
mengutamakn kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan.
i.
Asas Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Bahwa
pembangunan nasional dapat memberikan kesejahteraan rakyat lahir batin yang
setinggi-tingginya, penyelenggaraannya perlu menerapkan nilai- nilai ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta mendorong pemanfaatan, pengembangan, dan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi secara seksama dan
bertanggung jawab dengan mempertahankan nilai- nilai agama dan nilai-nilai
luhur budaya bangsa.
2. Prinsip-Prinsip Pembangunan Nasional
Pelaksanaan
pembangunan nasional dilakukan dengan berpegang pada prinsip yang dijadikan
pedoman dalam penyelenggaraannya, antara lain:
a. Kesemestaan
Bahwa
pembangunan nasional bersifat komprehensif, artinya menyatukan seluruh aspek
kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia.
b. Partisipasi rakyat
Betapapun
kulifiednya para aparat penyelenggara Negara dan matangnya program-program
pembangunan yang dicanangkan; tidak akan membawa hasil yang optimal tanpa
didukung oleh partisipasi rakyat.
c. Keseimbangan
Mengandung
makna bahwa pembangunan nasioanl harus seimbang.
d. Kontinuitas,
Cita-cita
akhir bangsa Indonesia tidak akan tercapai dalam kurun waktu satu genersi. Hal
ini berarti bahwa usaha mewujudkannya harus diperjuangkan secara terus-menerus.
e. Kemandirian,
Pelaksanaan
pembangunan nasional harus berlandaskan pada kepercayaan akan kemampuan dan
kekuatan sendiri yang bersendikan pada kepribadian bangsa.
f. Skala prioritas,
Pelaksanaan
pembangunan dibatasi oleh berbagai keterbatasan, sehingga tidak mungkin semua
bidang atau masalah dilaksanakan atau ditangani dalam waktu bersamaan.
g. Pemerataan disertai pertumbuhan
Hasil-hasil
pembangunan yang telah dicapai harus dapat dinikmati secara merata oleh seluruh
bangsa Indonesia.
C.
Masyarakat dan Pembangunan Nasional
1. Orde Lama
a. Keadaan Masyarakat
Pada Orde Lama lebih banyak konflik
politiknya dari pada agenda ekonominya yaitu konflik kepentingan antara kaum
borjuis, militer, PKI, parpol dan kelompok- kelompok nasional lainnya. Kondisi
ekonomi masyarakat Indonesia saat itu sangat parah dengan ditandai tingginya
inflasi, yaitu mencapai 732 % antara 1964 – 1966.
Pada masa Orde Lama, mayoritas masyarakat Indonesia pribumi masih tetap bekerja sebagai petani, hanya sedikit kaum elit politik (kaum elit terpelajar dan militer) yang menguasai negara. Elit politik itu berperan sebagai birokrat negara tanpa basis ekonomi, tak ada pengusaha pribumi yang berarti dan tak ada borjuasi yang berperan dalam ekonomi, bahkan yang menguasai perdagangan Indonesia. Hal tersebut membuat kondisi masyarakat Indonesia dalam hal ekonomi menjadi semakin terpuruk.
Dalam hal pendidikan, kondisi masyarakat Indonesia saat itu masih ditata. Hal tersebut dimulai dengan dibentuknya lembaga- lembaga pendidikan dan organisasi- organisasi seperti Budi Utomo, Serikat Islam, IP, dan lain- lain.
Pada masa Orde Lama, mayoritas masyarakat Indonesia pribumi masih tetap bekerja sebagai petani, hanya sedikit kaum elit politik (kaum elit terpelajar dan militer) yang menguasai negara. Elit politik itu berperan sebagai birokrat negara tanpa basis ekonomi, tak ada pengusaha pribumi yang berarti dan tak ada borjuasi yang berperan dalam ekonomi, bahkan yang menguasai perdagangan Indonesia. Hal tersebut membuat kondisi masyarakat Indonesia dalam hal ekonomi menjadi semakin terpuruk.
Dalam hal pendidikan, kondisi masyarakat Indonesia saat itu masih ditata. Hal tersebut dimulai dengan dibentuknya lembaga- lembaga pendidikan dan organisasi- organisasi seperti Budi Utomo, Serikat Islam, IP, dan lain- lain.
b. Pembangunan Nasional
Pada era Orde Lama, masa
pemerintahan presiden Soekarno antara tahun 1959-1967, pembangunan dicanangkan
oleh MPR Sementara (MPRS) yang menetapkan sedikitnya tiga ketetapan yang
menjadi dasar perencanaan nasional:
·
TAP MPRS No.I/MPRS/1960 tentang Manifesto Politik republik
Indonesia sebagai Garis-Garis Besar Haluan Negara
·
TAP MPRS No.II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar
Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana 1961-1969,
·
Ketetapan MPRS No.IV/MPRS/1963 tentang
Pedoman-Pedoman Pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan Haluan
Pembangunan.
Dengan dasar perencanaan tersebut membuka peluang dalam
melakukan pembangunan Indonesia yang diawali dengan babak baru dalam
mencipatakan iklim Indonesia yang lebih kondusip, damai, dan sejahtera. Proses
mengrehablitasi dan merekontruksi yang di amanatkan oleh MPRS ini diutamakan
dalam melakukan perubahan perekonomian untuk mendorong pembangunan nasional
yang telah didera oleh kemiskinan dan kerugian pasca penjajahan Belanda.
Pada tahun 1947 Perencanaan pembangunan di Indonesia diawali
dengan lahirnya “Panitia Pemikir Siasat Ekonomi”. Perencanaan pembangunan 1947
ini masih mengutamakan bidang ekonomi mengingat urgensi yang ada pada waktu itu
(meskipun di dalamnya tidak mengabaikan sama sekali masalah-masalah nonekonomi
khususnya masalah sosial-ekonomi, masalah perburuhan, aset Hindia Belanda,
prasarana dan lain lain yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial). Tanpa
perencanaan semacam itu maka cita-cita utama untuk “merubah ekonomi kolonial
menjadi ekonomi nasional” tidak akan dengan sendirinya dapat terwujud. Apalagi
jika tidak diperkuat oleh Undang-Undang yang baku pada masa itu.
Sekitar tahun 1960 sampai 1965 proses sistem
perencanaan pembangunan mulai tersndat-sendat dengan kondisi politik yang masih
sangat labil telah menyebabkan tidak cukupnya perhatian diberikan pada upaya
pembangunan untuk memperbaiki kesejahtraan rakyat.
Pada masa ini perekonomian Indonesia berada pada titik yang
paling suram. Persediaan beras menipis sementara pemerintah tidak memiliki
kemampuan untuk mengimpor beras serta memenuhi kebutuhan pokok lainnya. Harga
barang membubung tinggi, yang tercermin dari laju inflasi yang samapai 650
persen ditahun 1966. keadaan plitik tidak menentu dan terus menerus bergejolak
sehingga proses pembangunan Indonesia kembali terabaikan sampai akhirnya muncul
gerakan pemberontak G-30-S/PKI, dan berakir dengan tumbangnya kekuasaan
presiden Soekarno.
Kebijakan ekonomi dalam pembangunan
Masa pemerintahan Soekarno kebijakan ekonomi pembangunan
masih sangat labil, yang didera oleh berbagai persoalan antaranya
pergejolakankan politik yang belum kondusif dan juga system pemerintahan yang
belum baik, sehingga berdampak pada proses pengambilan kebijakan.
a.
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
Keadaan
ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan
oleh :
1) Inflasi yang sangat tinggi,
disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata uang secara tidak terkendali.
Pada waktu itu, untuk sementara waktu pemerintah RI menyatakan tiga mata uang
yang berlaku di wilayah RI, yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang
pemerintah Hindia Belanda, dan mata uang pendudukan Jepang.
2) Adanya blokade ekonomi oleh Belanda
sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
3)
Kas negara kosong.
4)
Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
Usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
1) Program Pinjaman Nasional
dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman dengan persetujuan BP-KNIP,
dilakukan pada bulan Juli 1946.
2) Upaya menembus blokade dengan
diplomasi beras ke India, mangadakan kontak dengan perusahaan swasta Amerika,
dan menembus blokade Belanda di Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan
Malaysia.
3) Pembentukan Planning Board (Badan
Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947
Rekonstruksi dan Rasionalisasi Angkatan Perang (Rera) 1948,
mengalihkan tenaga bekas angkatan perang ke bidang-bidang produktif. Kasimo
Plan yang intinya mengenai usaha swasembada pangan dengan beberapa petunjuk
pelaksanaan yang praktis. Dengan swasembada pangan, diharapkan perekonomian
akan membaik (mengikuti Mazhab Fisiokrat : sektor pertanian merupakan sumber
kekayaan).
b.
Masa Demokrasi Liberal (1950-1957)
Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun
sistem ekonominya menggunakan prinsip-prinsip liberal. Perekonomian diserahkan
pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan laissez faire
laissez passer. Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi,
antara lain :
1) Gunting Syarifuddin, yaitu
pemotongan nilai uang (sanering) 20 Maret 1950, untuk mengurangi jumlah uang
yang beredar agar tingkat harga turun.
2) Nasionalisasi De Javasche Bank
menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th 1951
dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.
3) Pembatalan sepihak atas hasil-hasil
Konferensi Meja Bundar, termasuk pembubaran Uni Indonesia-Belanda. Akibatnya
banyak pengusaha Belanda yang menjual perusahaannya sedangkan
pengusaha-pengusaha pribumi belum bisa mengambil alih perusahaan-perusahaan
tersebut.
c.
Masa Demokrasi Terpimpin (1959-1967)
Sebagai akibat dari dekrit presiden 5 Juli 1959, maka
Indonesia menjalankan sistem demokrasi terpimpin dan struktur ekonomi Indonesia
menjurus pada sistem etatisme (segala-galanya diatur oleh pemerintah). Dengan
sistem ini, diharapkan akan membawa pada kemakmuran bersama dan persamaan dalam
sosial, politik,dan ekonomi. Akan tetapi, kebijakan-kebijakan ekonomi yang
diambil pemerintah di masa ini belum mampu memperbaiki keadaan ekonomi
Indonesia, antara lain :
1) Devaluasi yang diumumkan pada 25
Agustus 1959 menurunkan nilai uang sebagai berikut :Uang kertas pecahan Rp 500
menjadi Rp 50, uang kertas pecahan Rp 1000 menjadi Rp 100, dan semua simpanan
di bank yang melebihi 25.000 dibekukan.
2) Pembentukan Deklarasi Ekonomi
(Dekon) untuk mencapai tahap ekonomi sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.
Dalam pelaksanaannya justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia.
Bahkan pada 1961-1962 harga barang-baranga naik 400%.
3) Devaluasi yang dilakukan pada 13
Desember 1965 menjadikan uang senilai Rp 1000 menjadi Rp 1.Tindakan pemerintah
untuk menekan angka inflasi ini malah meningkatkan angka inflasi.
Kegagalan-kegagalan dalam berbagai tindakan moneter itu
diperparah karena pemerintah tidak menghemat pengeluaran-pengeluarannya. Pada
masa ini banyak proyek-proyek mercusuar yang dilaksanakan pemerintah dan juga
sebagai akibat politik konfrontasi dengan Malaysia dan negara-negara Barat.
2.
Orde Baru
a. Keadaan Masyarakat
Pada masa Orde Baru, pemerintah
mampu membangun dan mengendalikan inflasi serta membuat pertumbuhan ekonomi
yang cukup tinggi. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak membuat
kondisi masyarakat Indonesia bebas dari kemiskinan, hal tersebut dikarenakan
pertumbuhan ekonomi yang hanya dinikmati segelintir orang saja yaitu orang-
orang yang memiliki kekuasaan. Kemudian munculah dampak- dampak negatif pada
kondisi perekonomian masyarakat Indonesia yaitu ketergantungan terhadap minyak
dan gas bumi (migas) dan juga ketergantungan terhadap bantuan luar
negeri.
Akan tetapi pada masa Orde Baru
masih banyak hal positif dari kepemimpinan Soeharto yaitu BBM dan sembako yang
murah, keamanan terjamin dan kondisi ekonomi masyarakat Indonesia saat itu
stabil. Sistem pembangunannya pun terencana yaitu yang dikenal dengan Repelita.
Repelita ini dilakukan dalam Orde Baru selama lima kali. Repelita I (1 April
1969 – 31 Maret 1974) memfokuskan pada sektor pertanian dan menjadikan industri
sebagai penunjang sektor pertanian. Repelita II (1 April 1974 – 31 Maret 1979)
tetap fokus pada sektor pertanian dan pembuatan mesin setengah jadi. Repelita
III (1 April 1979 – 31 Maret 1984) bidang pertanian menuju swasembada pangan
dan industrialisasi membuat mesin jadi. Repelita IV (1 April 1984 – 31 Maret
1989) bidang pertanian tetap menuju ke swasembada pangan dan membuat mesin-
mesin ringan dan berat. Repelita V (1 April 1989 – 31 Maret 1994) pertanian
memantapkan swasembada pangan dan mencetak mesin- mesin yang berat dan ringan
serta mencetak tenaga kerja.
Dalam hal pendidikan juga relatif
murah. Pada waktu itu, biaya pendidikan masih terjangkau oleh kebanyakan
rakyat. Pada Orde Baru juga banyak membuka lapangan kerja terutama di perkotaan
dan tingkat kemiskinan relatif rendah jika dibandingkan dengan sekarang.
b. Pembangunan Nasional
Peristiwa yang lazim disebut Gerakan 30 September/Partai
Komunis Indonesia (G30S/PKI) menandai pergantian orde dari Orde Lama ke Orde
Baru. Pada tanggal 1 Maret 1966 Presiden Soekarno dituntut untuk menandatangani
sebuah surat yang memerintahkan pada Jenderal Soeharto untuk mengambil segala
tindakan yang perlu untuk keselamatan negara dan melindungi Soekarno sebagai
Presiden. Surat yang kemudian dikenal dengan sebutan Surat Perintah
Sebelas Maret (Supersemar) itu diartikan sebagai media pemberian wewenang
kepada Soeharto secara penuh.
Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas
nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional
terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional.
Pada era Orde Baru ini, pemerintahan Soeharto menegaskan
bahwa kerdaulatan dalam politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan
berkepribadian dalam bidang sosial budaya. Tekad ini tidak akan bisa terwujud
tanpa melakukan upaya-upaya restrukturisasi di bidang politik (menegakkan
kedaulatan rakyat, menghapus feodalisme, menjaga keutuhan teritorial Indonesia
serta melaksanakan politik bebas aktif), restrukturisasi di bidang ekonomi
(menghilangkan ketimpangan ekonomi peninggalan sistem ekonomi kolonial,
menghindarkan neokapitalisme dan neokolonialisme dalam wujudnya yang canggih,
menegakkan sistem ekonomi berdikari tanpa mengingkari interdependensi global)
dan restrukturisasi sosial budaya (nation and character building,
berdasar Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila serta menghapuskan budaya
inlander).
Pada masa ini juga proses pembangunan nasional terus digarap
untuk dapat meningkatkan kapasitas masyarakat dan menciptakan lapangan kerja.
Pendapatan perkapita juga meningkat dibandingkan dengan masa orde lama.
Kesemuanya ini dicapai dalam blueprint nasional
atau rencana pembangunan nasional. Itulah sebabnya di jaman orde lama kita
memiliki rencana-rencana pembangunan lima tahun (Depernas) dan kemudian
memiliki pula Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan-Tahun (Bappenas).
Di jaman orde baru kita mempunyai Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I,
Repelita II, Repelita III, Repelita IV, Repelita V,dan Repelita VII (Bappenas).
Penyebab utama runtuhnya kekuasaan Orde Baru adalah adanya
krisis moneter tahun 1997. Sejak tahun 1997 kondisi ekonomi Indonesia terus
memburuk seiring dengan krisis keuangan yang melanda Asia. Keadaan terus
memburuk. KKN semakin merajalela, sementara kemiskinan rakyat terus meningkat.
Terjadinya ketimpangan sosial yang sangat mencolok menyebabkan munculnya
kerusuhan sosial. Muncul demonstrasi yang digerakkan oleh mahasiswa. Tuntutan
utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total. Demonstrasi
besar-besaran dilakukan di Jakarta pada tanggal 12 Mei 1998. Pada saat itu
terjadi peristiwa Trisakti, yaitu me-ninggalnya empat mahasiswa Universitas
Trisakti. Keempat mahasiswa yang gugur tersebut kemudian diberi gelar sebagai
“Pahlawan Reformasi”.
Menanggapi aksi reformasi tersebut, Presiden Soeharto
berjanji akan mereshuffle Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi.
Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas menyelesaikan UU
Pemilu, UU Kepartaian, UU Susduk MPR, DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU
Antikorupsi. Dalam perkembangannya, Komite Reformasi belum bisa terbentuk
karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya
penolakan tersebut menyebabkan Presiden Soeharto mundur dari jabatannya.
Kebijakan ekonomi dalam pembangunan
Pada masa Orde Baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang
tidak mengalami perubahan terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan pada
masa itu pemerintah sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga
mendukung terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah
jarang sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal
anggaran negara.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, kebijakan ekonominya
berorientasi kepada pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung
oleh kestabilan politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut
dituangkan ke dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi
Pembangungan, yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan
pemerataan pembangunan.
Hal ini berhasil karena selama lebih dari 30 tahun,
pemerintahan mengalami stabilitas politik sehingga menunjang stabilitas
ekonomi. Kebijakan-kebijakan ekonomi pada masa itu dituangkan pada Rencana
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN), yang pada akhirnya selalu
disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disahkan menjadi APBN.
APBN pada masa pemerintahan Orde Baru, disusun berdasarkan
asumsi-asumsi perhitungan dasar. Yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat
inflasi, harga ekspor minyak mentah Indonesia, serta nilai tukar rupiah terhadap
dollar Amerika. Asumsi-asumsi dasar tersebut dijadikan sebagai ukuran
fundamental ekonomi nasional. Padahal sesungguhnya, fundamental ekonomi
nasional tidak didasarkan pada perhitungan hal-hal makro. Akan tetapi, lebih
kearah yang bersifat mikro-ekonomi. Misalnya, masalah-masalah dalam dunia
usaha, tingkat resiko yang tinggi, hingga penerapan dunia swasta dan BUMN yang
baik dan bersih. Oleh karena itu pemerintah selalu dihadapkan pada kritikan
yang menyatakan bahwa penetapan asumsi APBN tersebut tidaklah realistis sesuai
keadaan yang terjadi.
Format APBN pada masa
Orde Baru dibedakan dalam penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan terdiri dari
penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan serta pengeluaran terdiri dari
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sirkulasi anggaran dimulai pada
1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun berikutnya. Kebijakan yang disebut
tahun fiskal ini diterapkan seseuai dengan masa panen petani, sehingga
menimbulkan kesan bahwa kebijakan ekonomi nasional memperhatikan petani.
APBN pada masa itu diberlakukan atas dasar kebijakan prinsip
berimbang, yaitu anggaran penerimaan yang disesuaikan dengan anggaran
pengeluaran sehingga terdapat jumlah yang sama antara penerimaan dan
pengeluaran. Hal perimbangan tersebut sebetulnya sangat tidak mungkin, karena
pada masa itu pinjaman luar negeri selalu mengalir. Pinjaman-pinjaman luar
negeri inilah yang digunakan pemerintah untuk menutup anggaran yang defisit.
Ini artinya pinjaman-pinjaman luar negeri tersebut
ditempatkan pada anggaran penerimaan. Padahal seharusnya pinjaman-pinjaman
tersebut adalah utang yang harus dikembalikan, dan merupakan beban pengeluaran
di masa yang akan datang. Penerapan kebijakan tersebut menimbulkan banyak
kritik, karena anggaran defisit negara ditutup dengan pinjaman luar negeri.
Padahal, konsep yang benar adalah pengeluaran pemerintah dapat ditutup dengan
penerimaan pajak dalam negeri. Sehingga antara penerimaan dan pengeluaran dapat
berimbang. Permasalahannya, pada masa itu penerimaan pajak saat minim sehingga
tidak dapat menutup defisit anggaran.
3.
Reformasi
a. Keadaan Masyarakat
Tahun
1998 adalah tahun terberat bagi pembangunan ekonomi di Indonesia sebagai akibat
krisis moneter di Asia yang dampaknya sangat terasa di Indonesia. Masalah
pokoknya adalah kesulitan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok. Saat itu
kebutuhan pokok harganya sangat melejit. Sehingga pada periode Reformasi,
pemerintah berusaha keras untuk menstabilkan kondisi ekonomi yang terpuruk.
Salah satu yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi masalah ekonomi tersebut adalah dengan melakukan perluasan lapangan kerja, penyediaan kebutuhan pokok untuk memenuhi permintaan pada harga yang terjangkau, penyediaan fasilitas umum seperti air minum, listrik, bahan bakar minyak, klinik kesehatan, obat- obatan, buku untuk pendidikan umum dengan harga yang tejangkau.
Salah satu yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi masalah ekonomi tersebut adalah dengan melakukan perluasan lapangan kerja, penyediaan kebutuhan pokok untuk memenuhi permintaan pada harga yang terjangkau, penyediaan fasilitas umum seperti air minum, listrik, bahan bakar minyak, klinik kesehatan, obat- obatan, buku untuk pendidikan umum dengan harga yang tejangkau.
Orang
bebas mengemukakan pendapat di muka umum, hal ini dapat berupa suatu tuntutan
dan koreksi tentang suatu hal. Demokrasi di era Reformasi berjalan dengan baik.
Rakyat mendapatkan haknya untuk memilih dan dipilih dengan bebas tanpa tekanan
dari siapapun serta dijamin keamanannya.
Namun,
masa Reformasi belum juga menjadikan kondisi masyarakat Indonesia lebih baik.
Pembangunan berkelanjutan belum menjadi kenyataan. Kondisi ekonomi belum
menunjukkan hasil yang memuaskan, pengangguran dimana- mana, tidak sedikit
diantaranya adalah lulusan perguruan tinggi. Ditambah dengan mahalnya biaya
pendidikan, terutama perguruan tinggi yang dirasakan melonjak selangit. Untuk
mendapatkan kursi di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) tidak hanya memenangi
persaingan di Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB), namun juga harus
membayar iuran pendidikan yang tidak murah.
b. Pembangunan Nasional
Setelah terjadi berbagai goncangan ditanah air dan berbagai
tekanan rakyat kepada presiden Soeharto, akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998
Presiden Soeharto mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI dan
menyerahkan jabatannya kepada wakil presiden B.J. Habibie. Peristiwa ini
menandai berakhirnya kekuasaan Orde Baru dan dimulainya Orde Reformasi.
Untuk memperbaiki perekonomian yang terpuruk, terutama dalam
sektor perbankan, pemerintah membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional
(BPPN). Selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat, serta UU No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
Selain itu pada masa ini juga memberi kebebasan dalam
menyampaikan pendapat, partisipasi masyarakat mulai terangkat kembali. Hal ini
terlihat dari munculnya partai-partai politik dari berbagai golongan dan
ideologi. Masyarakat bisa menyampaikan kritik secara terbuka kepada pemerintah.
Di samping kebebasan dalam menyatakan pendapat, kebebasan juga diberikan kepada
pers. Reformasi dalam pers dilakukan dengan cara menyederhanakan permohonan
Surat Izin Usaha Penerbitan (SIUP).
Dengan hadirnya reformasi pembangunan dapat di kontrol
langsung oleh rakyat, dan kebijakan pembangunanpun didasari demokrasi yang
bebunyi dari, oleh dan untuk rakyat, sehingga dengan dasar ini partisipasi
rakyat tidak terkekang seperti pada masa orde baru,kehidupan perekonomian
Indonesia dapat didorong oleh siap saja.
Selain pemabangunan nasional pada masa ini juga ditekankan
kepada hak daerah dan masyarakatnya dalam menentukan daerahnya masing-masing,
sehingga pembangunan daerah sangat diutamakan sebagaimana dicantumkan dalam
Undang-Undang no 32/2004,Undang-Undang 33/2004, Undang-Undang 18/2001 Untuk
pemerintahan Aceh, Undang-Undang 21/2001 Untuk Papua. Keempat undang-undang ini
mencerminkan keseriusan pusat dalam melimpahkan wewenangnya kepada pemerintah
dan rakyat di daerah agar daerah dapat menentukan pembangunan yang sesuai
ratyatnya inginkan.
Kebijakan ekonomi dalam pembangunan
Pada masa krisis ekonomi, ditandai dengan tumbangnya
pemerintahan Orde Baru kemudian disusul dengan era Reformasi yang dimulai oleh
pemerintahan Presiden Habibie. Pada masa ini tidak hanya hal ketatanegaraan
yang mengalami perubahan, namun juga kebijakan ekonomi. Sehingga apa yang telah
stabil dijalankan selama 32 tahun, terpaksa mengalami perubahan guna
menyesuaikan dengan keadaan.
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa
reformasi belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang
ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan stabilitas
politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada
tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan.
Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus
dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan
ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah.
Malah presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di
mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri mengalami
masalah-masalah yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan
penegakan hukum. Kebijakan-kebijakan yang ditempuh untuk mengatasi
persoalan-persoalan ekonomi antara lain :
·
Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar
pada pertemuan Paris Club ke-3 dan mengalokasikan pembayaran utang luar negeri
sebesar Rp 116.3 triliun.
·
Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual
perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan melindungi perusahaan
negara dari intervensi kekuatan-kekuatan politik dan mengurangi beban negara.
Hasil penjualan itu berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi
4,1 %. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena BUMN yang
diprivatisasi dijual ke perusahaan asing.
Di masa ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi
Pemberantasan Korupsi), tetapi belum ada gebrakan konkrit dalam pemberantasan
korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat banyak investor berpikir dua kali
untuk menanamkan modal di Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan
nasional.
Masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono terdapat
kebijakan kontroversial yaitu mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain
menaikkan harga BBM. Kebijakan ini dilatar belakangi oleh naiknya harga minyak
dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor pendidikan dan
kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan
kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin.
Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang berhak, dan pembagiannya menimbulkan
berbagai masalah sosial.Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan
perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor asing dengan janji memperbaiki
iklim investasi. Salah satunya adalah diadakannya Indonesian Infrastructure
Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan
kepala-kepala daerah.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi
seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini, maka
diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF dalam menentukan
kebijakan dalam negeri. Namun wacana untuk berhutang lagi pada luar negri
kembali mencuat, setelah keluarnya laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara
penduduk kaya dan miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari
35,10 jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006.
Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena
pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang (perbankan lebih
suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja sector riil kurang dan berimbas
pada turunnya investasi. Selain itu, birokrasi pemerintahan terlalu kental,
sehingga menyebabkan kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena
inefisiensi pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya mengundang
investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam negeri masih kurang
kondusif.
Pada masa Reformasi ini proses pembangunan nasional memang
sudah demokratis dan sudah memerankan fungsi pemerintah daerah dalam
menjalankan pasipartisi rakyat daerahnya. Dengan peluang otonomi daerah telah
memberikan sumbangsi yang besar terhadap proses percepatan pembangunan nasional
dan juga menjaminnya sistem demokrasi yang merakyat.
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pembangunan Nasional merupakan usaha
peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan
dengan memanfaatkan kemajuan IPTEK serta perhatikan tantangan perkembangan
global. Pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang
universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri,
berkeadilan, sejahtera, maju, serta kukuh kekuatan moral dan etikanya.
Keikutsertaan setiap warga negara
dalam Pembangunan Nasional dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti
mengikuti program wajib belajar, melestarikan lingkungan hidup, mentaati segala
peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, menjaga ketertiban dan keamanan,
dan sebagainya.
B. SARAN
Sebagai
masyarakat Indonesia khususnya para generasi muda harus berpartisipasi dalam
pembangunan Nasional agar terciptanya kehidupan berbangsa yang berdaulat,
mandiri, adil, maju dan sejahtera.
DAFTAR PUSTKA
- Khairuddin.1992.Pembangunan Masyarakat.Yogyakarta:
Liberti Yogyakarta
- http://sitimapmap.blogspot.co.id/2015/09/makalah-pembangunan-nasional_2.html
- http://dhikaharbi.blogspot.co.id/2011/01/kondisi-masyarakat-indonesia-pada-masa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar